Profil Desa Taskombang
Ketahui informasi secara rinci Desa Taskombang mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Taskombang, Manisrenggo, Klaten, sebagai Desa Tangguh Bencana (DESTANA) yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi. Mengupas tuntas sistem mitigasi, sinergi kearifan lokal, dan model pertanian adaptif sebagai wujud resiliensi.
-
Garda Terdepan di Zona Rawan Bencana
Identitas utama desa ini terbentuk oleh posisinya di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi, menjadikannya sebagai komunitas yang memiliki tingkat kesiapsiagaan dan ketangguhan tertinggi.
-
Sinergi Mitigasi Modern dan Kearifan Lokal
Masyarakatnya secara efektif memadukan sistem peringatan dini berbasis sains dari lembaga resmi dengan kearifan lokal (ilmu titen) untuk membaca tanda-tanda alam, menciptakan sistem mitigasi yang komprehensif.
-
Model Ekonomi Pertanian Adaptif
Pola pertanian tumpangsari (agroforestri) menjadi tulang punggung ekonomi yang resilien, dirancang untuk meminimalkan kerugian finansial jika terjadi erupsi dan evakuasi, menunjukkan adaptasi mendalam terhadap lingkungan.
Di titik paling utara Kecamatan Manisrenggo, di mana jalanan mulai menanjak dan puncak Merapi terasa begitu dekat, terdapat Desa Taskombang. Desa ini hidup dengan sebuah kesadaran yang berbeda. Bagi warganya, Gunung Merapi bukan sekadar latar belakang pemandangan, melainkan tetangga agung yang dihormati, dipelajari dan selalu diwaspadai. Identitas Taskombang tidak terukir dari komoditas unggulan, melainkan dari semangat, sistem, dan kearifan yang menjadikannya sebagai Garda Terdepan—sebuah Desa Tangguh Bencana (DESTANA) yang hidup harmonis dengan salah satu gunung berapi paling aktif di dunia.
Geografi dan Demografi: Hidup di Beranda Puncak Merapi
Desa Taskombang secara administratif merupakan desa paling barat laut di Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten. Luas wilayahnya tercatat sekitar 165,80 hektar. Topografinya berupa perbukitan dan lahan miring, menjadikannya wilayah dengan elevasi tertinggi di kecamatan tersebut. Posisi geografis inilah yang secara resmi menempatkannya dalam zona risiko tertinggi.Batas wilayahnya menegaskan posisinya yang strategis sekaligus rawan. Di sebelah utara dan barat, Taskombang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Kemalang, sebuah kecamatan yang dikenal sebagai "zona merah" Merapi. Di sebelah timur, berbatasan dengan Desa Barukan, dan di sebelah selatan, bersebelahan dengan Desa Bendan. Posisi ini membuatnya menjadi salah satu wilayah pertama di Manisrenggo yang akan terdampak langsung jika terjadi erupsi besar.Menurut data kependudukan per Oktober 2025, Desa Taskombang dihuni oleh 2.750 jiwa. Dengan luas wilayah yang ada, tingkat kepadatan penduduknya berada di angka 1.659 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan yang relatif lebih rendah dibanding desa-desa di dataran bawah mencerminkan tantangan kondisi alam, namun juga melahirkan komunitas yang sangat solid dan saling bergantung.
Identitas Utama: Desa Tangguh Bencana (DESTANA)
Predikat sebagai Desa Tangguh Bencana (DESTANA) bukan sekadar label, melainkan sebuah sistem yang hidup dan dihayati oleh seluruh warga Taskombang. Status ini diberikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kepada desa yang secara mandiri memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya, mengorganisir sumber daya, serta merencanakan dan melakukan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan.Di Taskombang, sistem ini berjalan secara impresif. Desa ini memiliki tim relawan Siaga Bencana Berbasis Desa (Sibades) yang terlatih, terdiri dari para pemuda dan tokoh masyarakat. Mereka menjadi ujung tombak dalam sosialisasi, pemantauan, dan koordinasi saat situasi genting. Desa juga dilengkapi dengan infrastruktur peringatan dini, seperti sirine yang terhubung langsung dengan pos-pos pemantauan Merapi, serta jalur evakuasi dan titik kumpul yang sudah dipahami oleh seluruh warga, dari anak-anak hingga lansia."Kesiapsiagaan di sini bukan program, tapi sudah jadi cara hidup. Setiap warga tahu apa yang harus dilakukan, ke mana harus pergi, dan siapa yang harus dihubungi saat sirine berbunyi," jelas Bowo, seorang komandan Sibades di Taskombang. "Kami rutin melakukan simulasi dan gladi lapang, sehingga saat terjadi situasi darurat, kepanikan bisa ditekan dan evakuasi berjalan tertib."
Harmoni Sains dan Kearifan Lokal dalam Mitigasi
Keunikan sistem mitigasi di Taskombang terletak pada kemampuannya untuk menyinergikan informasi ilmiah modern dengan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Di satu sisi, warga sepenuhnya patuh pada informasi dan rekomendasi dari lembaga resmi seperti Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) dan BPBD Klaten.Namun di sisi lain, mereka juga masih memegang teguh ilmu titen—sebuah kearifan untuk "membaca" tanda-tanda alam. Mereka meyakini bahwa perilaku hewan yang tidak biasa (misalnya, turunnya hewan-hewan liar dari hutan), suara gemuruh yang berbeda dari biasanya, atau perubahan suhu di puncak gunung merupakan pertanda alam yang tidak boleh diabaikan. Harmoni antara dua sumber pengetahuan ini—sains dan tradisi—menciptakan sistem kewaspadaan yang berlapis dan sangat peka, menjadikan warga tidak hanya sebagai objek mitigasi, tetapi juga subjek yang aktif dalam menjaga keselamatan mereka sendiri.
Ekonomi Adaptif: Pertanian Tumpangsari di Lahan Miring
Hidup di zona risiko tinggi menuntut model ekonomi yang tidak hanya produktif, tetapi juga adaptif dan berisiko rendah. Masyarakat Taskombang menjawab tantangan ini melalui model pertanian tumpangsari atau agroforestri. Di lahan mereka yang miring, menanam padi sawah seperti di dataran rendah adalah hal yang mustahil. Sebagai gantinya, mereka menanam kombinasi tanaman keras (jangka panjang) dengan tanaman musiman (jangka pendek).Pohon-pohon seperti sengon, mahoni, atau jati ditanam sebagai investasi jangka panjang. Di sela-sela pohon tersebut, mereka menanam tanaman yang bisa dipanen cepat seperti jagung, singkong, cabai, dan sayur-mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pendapatan rutin. Model ini memiliki resiliensi yang tinggi. Jika terjadi erupsi yang mengharuskan warga mengungsi dalam waktu lama, kerugian ekonomi tidak akan total. Tanaman keras masih akan berdiri tegak menunggu untuk dipanen di masa depan, sementara kerugian tanaman musiman relatif kecil dan bisa segera ditanami kembali setelah situasi aman. Ini adalah wujud kecerdasan ekologis dan ekonomis dalam beradaptasi dengan lingkungan yang penuh ketidakpastian.
Tantangan dan Visi Masa Depan: Menjaga Kewaspadaan
Tantangan terbesar bagi Desa Taskombang ialah menjaga agar api kewaspadaan tidak pernah padam, terutama pada periode saat Merapi terlihat tenang. Rasa aman yang palsu atau sikap meremehkan (gampangke) adalah musuh utama dari kesiapsiagaan. Oleh karena itu, regenerasi pengetahuan dan semangat kerelawanan kepada generasi muda menjadi agenda yang krusial.Selain itu, keterbatasan ekonomi terkadang menjadi kendala dalam pemeliharaan dan peningkatan infrastruktur mitigasi, seperti perbaikan jalur evakuasi atau modernisasi alat komunikasi.Namun visi masa depan Taskombang sangat cerah dan mulia. Desa ini memiliki semua syarat untuk menjadi pusat pembelajaran atau laboratorium lapangan tingkat nasional, bahkan internasional, mengenai Manajemen Risiko Bencana Berbasis Komunitas (MRBBK). Sekolah, universitas, lembaga pemerintah, dan NGO dari berbagai daerah dapat datang untuk belajar langsung bagaimana sebuah komunitas berhasil membangun ketangguhan dari bawah. Potensi "wisata edukasi kebencanaan" ini jika dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pendapatan alternatif bagi desa, sekaligus menyebarkan inspirasi ketangguhan ke seluruh penjuru negeri.Pada akhirnya, Desa Taskombang mengajarkan kepada kita bahwa ketangguhan sejati tidak diukur dari hasil panen atau produk industri. Ketangguhan sejati lahir dari ikatan sosial yang kuat, pengetahuan yang dijaga, dan kesiapan untuk menghadapi apa pun yang diberikan oleh alam. Mereka adalah bukti hidup bahwa manusia dapat memilih untuk tidak menjadi korban, melainkan menjadi penjaga kehidupan yang cerdas dan waspada.
